KOMUNIKASI ASERTIF

Beberapa pekan yang lalu saya sempat melakukan sesi Q&A terkait komunikasi asertif dalam berbagai konteks. Sesi Q&A ini merupakan lanjutan dari sesi sharing tentang komunikasi asertif yang diadakan oleh Komunitas Kabima sebelumnya. Sharing ini membahas tentang pengertian komunikasi asertif, teknik komunikasi asertif dan manfaat komunikasi asertif secara umum. Sesi sharing ini dihadiri lebih dari 300 peserta secara online dari seluruh Indonesia. Karena banyak sekali pertanyaan yang masuk, akhirnya sesi Q&A ini pun dibuka.

Berikut link video yang berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang masuk. Beberapa di antaranya membahas kembali tentang apa itu komunikasi asertif, ciri komunikasi asertif dan contoh cara melakukannya dalam berbagai bentuk hubungan dan situasi. Semoga membantu meningkatkan skill komunikasi kita.

Selamat menonton.

MENCEGAH BURN-OUT

Beberapa waktu lalu, adik seorang pesohor di tanah air bercerita tentang kondisi burnout yang dialaminya dalam bekerja. Meskipun seorang psikolog dan banyak sharing tentang hal ini, namun beliau sendiri ternyata mengalaminya. Dampak burnout yang dialami ini cukup parah dan menganggu ke kesehatan.

Burnout adalah kondisi kelelahan mental, fisik, emosional yang menyebabkan seseorang kehilangan minat atau motivasi mengerjakan hal yang sebelumnya disenangi. Para pekerja, apalagi yang menjalankan banyak peran, seperti ibu bekerja, rentan terkena kondisi ini. Karena dampaknya juga signifikan untuk kondisi fisik dan mental seseorang, maka kita harus punya strategi mengatasinya.

Saya pun pernah mengalaminya. Hal ini terutama saat deadline berkejaran di depan mata dan menuntut untuk diselesaikan secara bersamaan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kondisi ini, kalau untuk saya, terutama terjadi menjelang akhir tahun, dimana permintaan training sedang tinggi dan pekerjaan lain juga sering datang secara bersamaan.

Berikut beberapa hal yang saya lakukan saat overload dengan pekerjaan:

1. Diam, memperhatikan apa yg terjadi di pikiran dan badan. Inhale exhale, exercise.

2. Menuliskan apa saja sebenarnya yang harus saya lakukan. Ditulis semua dari urusan kantor, rumah, organisasi, dll. Tulis agar benar-benar keliatan loadingnya sebanyak apa.

3. Kategorisasi apa yg harus dilakukan, terutama berdasarkan urgensinya. Sembari juga memasukkan setiap list ini ke dalam kotaknya di kepala. Ini kotak hari ini, ini besok, ini lusa. Ini sudah dikerjakan, ini belum. Kasih checklist biar ada perasaan lega karena berkurang.

4. Kalau semuanya urgent, kayak sekarang nih, berhubung kantor sedang kurang karyawan jadi kerjaan datang simultan dan pas anak ujian praktik pulak, maka saya gunakan teknik ‘jangkar’. Pake titik tertentu, biasanya waktu yg clear, misalnya Jumat pekan ini, semua ke-hectic-an ini akan selesai utk tahap awal. Jumat ini Jumat ini insyaAllah. Mantranya diulang-ulang. Lihat kalender utk merasa makin dekat sama Jumat. Sambil inhale exhale dan selesaikan satu persatu to do list yang ada.

Di atas tips dari saya, semoga bermanfaat ya.

CATATAN HIDUP

Pertama kali masuk dunia marketing profesional, sales marketing tepatnya di tahun 2021. Saat itu Covid sedang melanda, bisnis suami sedang turun dan saya yang duduk di tim manajemen, harus mengambil alih pekerjaan day to day sales, karena kondisi bisnis di masa covid. Tepatnya menjadi sales B to B, berhadapan langsung dengan klien dari beragam perusahaan, mendengarkan kebutuhannya, merancang program untuk mereka dan mengevaluasi bersama-sama training yang berlangsung. Intinya belajar memahami kebutuhan klien lewat mendengarkan dengan baik aspirasi mereka.

Di sini ternyata ilmu psikologi terpakai sekali. Salah satunya saat mendengarkan dan menahan diri saat dikomplain atau miskomunikasi terjadi.

Saya pernah dibentak calon klien saat sedang presentasi pitching, hanya karena tidak bisa menyediakan informasi yang dibutuhkan terkait confidentiality. Pernah juga dimarahin klien dan diminta dihentikan trainingnya saat itu juga karena mispersepsi soal teknologi. Bisa diatasi sedikit banyaknya karena belajar ragam perilaku manusia dan bagaimana memanage-nya.

Saat ini, Alhamdulillah sudah dibantu oleh staff lainnya dan lebih banyak ke arah strategis terkait business development. Tapi dipikir-pikir hal yang dilakukan ini dulu pernah dilakukan juga dalam skala yang lebih kecil, saat me-running bisnis sendiri dan membantu di salah satu lembaga sosial. Dealing, networking, strategic planning, developing, dan lain sebagainya. Masih tetap excited melihat apalagi yang akan Allah sajikan ke depan terkait mengeluarkan apa-apa yang ada di dalam ini.

Satu urusan terkait ke urusan lain. Satu perjalanan ternyata bekal perjalanan lain. Kalau ada hal-hal tidak menyenangkan, ya ditelan saja, nanti juga terpahami dengan baik. Nasihat seorang sahabat yang selalu membantu menguatkan. Niatnya saja yang penting dijaga, karena Allah semata. Insya Allah.

Mendengarkan Dengan Hati

Beberapa hari lalu saya melakukan presentasi training di depan klien secara online. Hal yang rutin sebenarnya, bertemu klien, mendengarkan kebutuhannya dan kemudian menyiapkan produk training yang sesuai dengan kebutuhannya ini.

Setelah saya melakukan presentasi, PIC klien yang merupakan top manajemen di perusahaan ini mulai menjelaskan situasinya. Beliau dahulunya berkarir di perusahaan besar, dimana learning culture-nya cukup baik. Training merupakan hal yang biasa, segala-galanya sudah berjalan by sistem. Setiap orang sudah memahami dengan baik jobdesc nya dan cara mengelola pekerjaannya.

Lalu kemudian pasca pensiun beliau diminta mengelola perusahaan ini. Perusahaan milik perorangan, yang masih bertumbuh. Kulturnya jelas berbeda dan beliau menemukan banyak kebutuhan untuk pengembangan diri dari karyawan, agar pekerjaan lebih efektif, namun tidak tahu harus mulai darimana.

Singkat cerita saya kemudian mencoba membantu beliau merumuskan model training atau pengembangan diri yang tepat. Di akhir meeting ini beliau terlihat senang sekali dan berkata, ‘yang saya butuhkan sepertinya teman ngobrol dan sharing ttg masalah ini.’ Beliau berharap kami bisa berdiskusi beberapa kali untuk kebutuhannya ini.

Saya cukup senang mendengarnya. Hal yang saya lakukan sebenarnya sederhana saja, yaitu menyimak dengan baik apa yang dia sampaikan. Mendengarkan dengan sepenuh hati, menangkap inti pesannya, merefleksikan kembali apa yang dia sampaikan, dan kemudian memberikan beberapa perspektif berdasarkan expertise saya utk masalah ini. Hal sederhana, buat saya mungkin terasa mudah, dan sehari-hari. Belajar mendengarkan dengan hati.

Efek terapeutik mendengarkan dalam konseling sudah saya ketahui dengan baik. Dalam ruang konsultasi yang saya adakan di komunitas, efek ini terlihat jelas sekali. Namun, ketika efek ini juga terasa di dunia bisnis, dalam hubungan yang sifatnya ‘untung rugi’ dan ‘jual beli’, saya merasa cukup surprise. Apapun itu, orang lain merasa terbantu saat kita bersedia mendengarkan dengan baik masalahnya. Bahkan ketika dia tahu bahwa kita sedang menjual produk kita padanya.

Saya tidak pernah belajar bisnis, sales ataupun marketing secara formal. Namun satu hal yang bisa saya bagi selama menjalani dunia ini adalah customer tetaplah manusia. Dia ingin diperlakukan sebagai teman atau sahabat, tidak hanya sekedar sasaran penjualan saja. Menempatkan diri sebagai teman bicara, alih-alih penjual, akan membantu untuk me-maintain hubungan jangka panjang dengan mereka. Pada akhirnya akan mendatangkan manfaat yang baik bagi penjualan maupun bisnis kita.

NIAT

Siang itu langit cerah berawan saat saya memasuki salah satu kompleks perkantoran di jantung kota Jakarta. Saya dan salah seorang teman, ada janji meeting dan makan siang dengan salah satu calon klien kami. Lobi gedung terlihat mulai ramai saat saya tiba di sana.

‘Saya sudah di bawah, Mbak.’ Begitu bunyi WA yang saya kirimkan pada beliau, ketika sudah berada di lobi gedung. ‘Tunggu sebentar ya, Mbak.’ Beberapa menit kemudian, dua perempuan pekerja keras turun keluar dari lift gedung dan berjalan ke arah kami.

Setelah berbasa-basi singkat dan memperkenalkan identitas teman yang bersama saya hari itu, kamipun melangkah ke salah satu restoran terdekat untuk makan siang. Restoran dengan menu Indonesia menjadi menu pilihan kami, dalam kesempatan silaturahmi bisnis kali ini.

Sambil menunggu makanan dihidangkan, kami berbincang tentang banyak hal. Tentang keluarga, bisnis trip yang baru saja mereka lakukan ke eropa, dunia logistik dan trading yang keras, hingga kebutuhan mereka untuk pengembangan talent sekaligus memperbaiki sistem HR mereka saat ini.

‘Kami tidak menyangka bisnis kami akan berkembang secepat ini. Proses rekrutmen di awal hanya berdasarkan pertemanan dan referensi saja. Semakin ke sini kami semakin kesulitan untuk mengelola segala sesuatunya. Kami membutuhkan tim yang handal untuk membantu.’ Kami mendengarkan permasalahan mereka sekaligus mengajukan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan gambaran awal masalah yang dihadapi.

‘Enam bulan setelah bisnis ini berjalan, kami sudah PKP. Terasa cepat sekali. Ya begitulah Allah membukakan jalannya.’ Mereka mulai bercerita bagaimana bisnis ini terbentuk dan apa tujuan awal dari pendiriannya. ‘Kami ingin bisa berzakat milyaran, Mbak’ Ibu di hadapan saya tersenyum malu-malu, saat kami bertanya alasan mereka menjalani bisnis ini. Tidak terlihat raut arogan atau kesombongan dari tutur katanya.

‘Kalau bisa apa semua yang kita dapatkan dibawa ke sana. Semua yang kita lakukan, kata Pak Ustadz kan berawal dari niat. Banyak kesulitan yang kami hadapi, namun Alhamdulillah ada saja jalan keluarnya.’ Mereka kemudian bercerita bahwa mereka sendiri memiliki sebuah komunitas sosial untuk berbagi dengan sesama. Beberapa tahun ini komunitas tersebut sudah menjalankan kegiatannya. ‘Kami ingin kegiatannya semakin berkembang dan bisnis ini bisa mendanai kegiatan tersebut.’ Mereka juga bercerita mengikuti kelompok pengajian tertentu yang menjadi referensinya dalam berperilaku.

Hati saya tersentuh mendengarnya. Saya berpikir tadinya mereka ingin menjalani bisnis karena ingin kehidupan yang mapan. Bisa membeli apa yang mereka mau, bisa Travelling kemana saja, bisa menyekolahkan anak di tempat terbaik termasuk mengirimkannya ke luar negeri. Namun percakapan ini dan ketulusan yang saya rasakan di dalamnya, membuat saya membuang jauh-jauh prasangka saya.

Tidak ada yang mengetahui niat seseorang, selain Allah dan orang itu sendiri. Meskipun niat senantiasa akan diuji dan dibersihkan, namun kekuatan niat awal semoga jadi penuntun kedua perempuan di hadapan saya ini dalam menjalankan bisnisnya. Meskipun mungkin berbeda pendapat soal amal shalih terbaik, namun saya selalu percaya kekuatan niat akan membantu seseorang menemukan Tuhan dalam perjalanannya.

Semoga selalu terjaga niatnya ibu-ibu. Semoga selalu Allah tuntun dalam mengambil keputusan terbaik. Saya belajar sekali lagi tentang niat melalui pembicaraan siang itu dengan kalian.

Depok, Juni 2024