Siang itu langit cerah berawan saat saya memasuki salah satu kompleks perkantoran di jantung kota Jakarta. Saya dan salah seorang teman, ada janji meeting dan makan siang dengan salah satu calon klien kami. Lobi gedung terlihat mulai ramai saat saya tiba di sana.
‘Saya sudah di bawah, Mbak.’ Begitu bunyi WA yang saya kirimkan pada beliau, ketika sudah berada di lobi gedung. ‘Tunggu sebentar ya, Mbak.’ Beberapa menit kemudian, dua perempuan pekerja keras turun keluar dari lift gedung dan berjalan ke arah kami.
Setelah berbasa-basi singkat dan memperkenalkan identitas teman yang bersama saya hari itu, kamipun melangkah ke salah satu restoran terdekat untuk makan siang. Restoran dengan menu Indonesia menjadi menu pilihan kami, dalam kesempatan silaturahmi bisnis kali ini.
Sambil menunggu makanan dihidangkan, kami berbincang tentang banyak hal. Tentang keluarga, bisnis trip yang baru saja mereka lakukan ke eropa, dunia logistik dan trading yang keras, hingga kebutuhan mereka untuk pengembangan talent sekaligus memperbaiki sistem HR mereka saat ini.
‘Kami tidak menyangka bisnis kami akan berkembang secepat ini. Proses rekrutmen di awal hanya berdasarkan pertemanan dan referensi saja. Semakin ke sini kami semakin kesulitan untuk mengelola segala sesuatunya. Kami membutuhkan tim yang handal untuk membantu.’ Kami mendengarkan permasalahan mereka sekaligus mengajukan beberapa pertanyaan untuk mendapatkan gambaran awal masalah yang dihadapi.
‘Enam bulan setelah bisnis ini berjalan, kami sudah PKP. Terasa cepat sekali. Ya begitulah Allah membukakan jalannya.’ Mereka mulai bercerita bagaimana bisnis ini terbentuk dan apa tujuan awal dari pendiriannya. ‘Kami ingin bisa berzakat milyaran, Mbak’ Ibu di hadapan saya tersenyum malu-malu, saat kami bertanya alasan mereka menjalani bisnis ini. Tidak terlihat raut arogan atau kesombongan dari tutur katanya.
‘Kalau bisa apa semua yang kita dapatkan dibawa ke sana. Semua yang kita lakukan, kata Pak Ustadz kan berawal dari niat. Banyak kesulitan yang kami hadapi, namun Alhamdulillah ada saja jalan keluarnya.’ Mereka kemudian bercerita bahwa mereka sendiri memiliki sebuah komunitas sosial untuk berbagi dengan sesama. Beberapa tahun ini komunitas tersebut sudah menjalankan kegiatannya. ‘Kami ingin kegiatannya semakin berkembang dan bisnis ini bisa mendanai kegiatan tersebut.’ Mereka juga bercerita mengikuti kelompok pengajian tertentu yang menjadi referensinya dalam berperilaku.
Hati saya tersentuh mendengarnya. Saya berpikir tadinya mereka ingin menjalani bisnis karena ingin kehidupan yang mapan. Bisa membeli apa yang mereka mau, bisa Travelling kemana saja, bisa menyekolahkan anak di tempat terbaik termasuk mengirimkannya ke luar negeri. Namun percakapan ini dan ketulusan yang saya rasakan di dalamnya, membuat saya membuang jauh-jauh prasangka saya.
Tidak ada yang mengetahui niat seseorang, selain Allah dan orang itu sendiri. Meskipun niat senantiasa akan diuji dan dibersihkan, namun kekuatan niat awal semoga jadi penuntun kedua perempuan di hadapan saya ini dalam menjalankan bisnisnya. Meskipun mungkin berbeda pendapat soal amal shalih terbaik, namun saya selalu percaya kekuatan niat akan membantu seseorang menemukan Tuhan dalam perjalanannya.
Semoga selalu terjaga niatnya ibu-ibu. Semoga selalu Allah tuntun dalam mengambil keputusan terbaik. Saya belajar sekali lagi tentang niat melalui pembicaraan siang itu dengan kalian.
Depok, Juni 2024