Belakangan ini sedang ramai perbincangan di sosial media terkait biaya universitas di Indonesia yang melambung tinggi. Ada satu postingan yang wara wiri di beranda FB saya menyarankan untuk melihat peluang sekolah di luar negeri, salah satunya di Jepang. Kali ini saya akan sharing sedikit terkait universitas tempat anak sulung saya sedang kuliah. Semoga informasi ini berguna bagi mereka yang sedang mencari beasiswa ke luar negeri, terutama beasiswa ke Jepang S1.
Eikei University Of Hiroshima, nama universitas tempat si abang menimba ilmu saat ini. Sesuai namanya, universitas ini berdiri di Hiroshima, salah satu kota yang luluh lantak akibat bom atom yang menjadi salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah umat manusia.
Eikei Universiy merupakan universitas baru. Berdiri di tahun 2021 (baru banget ya) saat ini sepertinya baru memiliki satu jurusan yaitu Social System Design. “22nd Century-type University” that will deliver change makers who will positively change society, merupakan tagline dari universitas ini. Kalau dilihat dari visinya mereka ingin menciptakan sebanyak mungkin para pembaharu, anak-anak muda yang mau menciptakan inovasi baru untuk memecahkan masalah sosial yang ada di sekitar mereka. Tidak heran salah satu proses seleksinya adalah anak-anak diminta untuk membuat essay terkait concern mereka di lingkungan dan apa yang akan mereka lakukan ke depan.
Karena universitas baru jangan ditanya terkait ranking universitas ini ya karena sepertinya belum masuk jajaran ranking internasional. Namun, Eikei University Of Hiroshima ini berinduk pada Hiroshima Prefectural University yang sudah lebih established di sana. Jadi sistem pengajaran, dosen-dosen juga kurang lebih sama dan mahasiswanya mendapatkan akses untuk ke sana juga, seperti akses perpustakaan ataupun konseling karir yang umum ditemui di sana.
Eikei merupakan Universitas negeri, jadi banyak subsidi dari Pemerintah Jepang tentunya. Beasiswa Radja sendiri juga berasal dari Pemerintah Kota Hiroshima. Selain itu ada banyak kemudahan seperti potongan biaya kuliah dan uang pangkal dengan dia mendapatkan beasiswa ini. Kedua hal ini juga terasa meringankan beban kami sebagai orang tua, yang nilainya tidak jauh berbeda dengan UKT Universitas Negeri di Kota Malang sana. Bahkan lebih murah daripada 3 universitas papan atas negeri ini, yang salah satunya merupakan almamater saya.
Apa yang membuat saya tertarik dan mengizinkan anak saya untuk menimba ilmu di sana di usianya yang masih sangat muda (17 tahun)? Gagasan tentang social changemaker ini sedikit banyak sejalan dengan impian dan idealism saya pribadi. Sekian tahun berkutat di komunitas dan lembaga social, saya berharap akan banyak para pembaharu yang mau turun dan berbuat untuk masyarakat. Anak saya mudah-mudahan adalah salah satunya. Sekolah buat saya bukan untuk memperkaya diri sendiri atau menjadi besar sendiri, namun harus membuat kita berkontribusi, sekecil apapun dalam bentuk apapun. Karena itu, saat membaca ide dari pendirian universitas ini, saya langsung tertarik dan merasa cocok.
Selain itu saya juga melihat minat dari anak ini yang juga tertarik dengan isu sosial dan politik. Sejauh yang saya baca (wallahu’alam, semoga pembacaan ini mendekati), anak saya seorang generalist, punya minat yang luas pada berbagai isu (sains, teknologi, bahasa, seni dan juga sosial) sehingga masa-masa kuliah ini bisa membantu dia lebih menggali lagi kekuatan dan bidangnya ada dimana. Lewat kehidupan kampus yang berbeda dengan Indonesia, saya berharap kesempatan eksplorasi tersebut menjadi lebih luas. Terus terang saya belum melihat minat atau kekuatan yang sangat spesifik pada satu bidang tertentu saja, meskipun dia juga sangat menonjol di desain visual. Namun kekuatan penalaran, ketertarikan pada isu sosial, kemampuan literasi dan verbal yang cukup baik, juga terlihat. Jadi kami memutuskan untuk mencoba bidang ini, dengan harapan dia dapat melanjutkan S2 nya di bidang Urban Planning, yang lebih spesifik dan bisa mengakomodir minat dan kekuatannya.
Nilai plus lainnya lagi dari program ini adalah practical skills yang diajarkannya lewat metode project based dan experiential learning. Jadi mahasiswa akan banyak bereksplorasi , berdiskusi, membedah sesuatu, juga terjun langsung untuk merasakan situasi atau pekerjaan tertentu di masyarakat. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan inisiatif mereka dalam memecahkan masalah, mengembangkan diri, dan jadi bagian dari solusi. Saya berharap dengan pengembangan soft skills ini, anak saya lebih dapat beradaptasi, berkembang dan berkontribusi sesuai dengan tuntutan zamannya.
Proses seleksinya sendiri cukup ketat sebenarnya. Program yang diikuti ini adalah program untuk mahasiswa internasional. Pelamar harus mengirimkan essay dalam bahasa Inggris dengan jumlah kata tertentu, terkait rencana studi mereka dan apa yang akan mereka lakukan/kontribusikan di masyarakat. Saya pikir mungkin essay ini digunakan untuk melihat cara berpikir dan juga minat anak terhadap masalah di sekitarnya. Saya ingat, abang Radja menuliskan tentang masalah transportasi publik di Indonesia dan apa yang ingin dia lakukan untuk memecahkan masalah ini. Singkatnya dia ingin belajar banyak terkait sistem transportasi dan juga ingin menerapkannya di Indonesia.
Seleksi kedua adalah interview dengan beberapa Professor di sana terkait essay yang mereka buat. Interview dilakukan online dan dalam bahasa Inggris, oleh dosen berkebangsaan Jepang dan juga Eropa. Hal ini mungkin karena program ini merupakan program kolaborasi antara Universitas Jepang dengan universitas di Eropa. Mereka merancang program pembelajaran yang menurut mereka sesuai dengan tuntutan abad 22 (termasuk isu SDG, dsbnya). Pertanyaan diajukan sepertinya seputar kedalaman essay yang sudah ditulis, untuk memastikan bahwa gagasan tersebut benar datang dari pelamar, bukan semata hasil kepintaran AI atau bantuan lain. Kuota mahasiswa internasional ini kurang lebih 20 orang, tapi sepertinya mereka tidak mengejar kuota harus tercapai. Hanya yang memenuhi standar yang mereka tetapkan yang lolos seleksi. Untuk Angkatan Radja sendiri negara asal mereka bervariasi: Filipina, Nigeria, India, Finlandia, merupakan beberapa di antaranya.
Sekarang berapa besarnya beasiswa yang diterima? Setiap bulan, mahasiswa internasional yang berhasil lolos mendapatkan 50 ribu Yen (kurleb 5 juta rupiah/bulan). Selain itu, mereka juga mendapatkan potongan uang pangkal dan uang kuliah. Uang pangkal sekitar 394 Ribu Yen (40 juta), dengan potongan 50% menjadi sekitar 20 juta. Uang kuliah per semester 267.900 Yen (sekitar 28 juta), dengan potongan menjadi 14 juta. Beasiswa selama setahun pertama dipotong sehingga hanya diterima 17 ribu Yen (1,7 juta) untuk pembayaran uang pangkal. Jadi pembayaran uang pangkal, Alhamdulillah bukan masalah lagi.
Bagaimana kemudian menutupi biaya hidup dan biaya kuliah? Besaran biaya hidup di Jepang untuk mahasiswa di kota Hiroshima ini sekitar 6-7 juta. Biaya hidup ini sudah termasuk biaya asrama (dormitory), listrik air, makan, dll. Jika ingin lebih lapang sekitar 8-9 juta rupiah. Alhamdulillah Allah memberi kemudahan dengan beasiswa tambahan dari MEXT selama kurang lebih satu semester dan juga kesempatan untuk kerja part-time di sana. Di Jepang, mahasiswa asing diizinkan untuk kerja paroh waktu atau dikenal dengan arubaito.
Dengan dua bantuan finansial ini kami selama semester kemarin hanya mengirimkan uang kuliah saja (14 juta/semester). Biaya hidup ditutupi dari sisa beasiswa dari sekolah, beasiswa MEXT dan bekerja. Hanya saja di awal keberangkatan kami harus menyediakan dana untuk tiket ke sana (kurleb 4-5 juta), visa, beli laptop, uang pegangan selama beasiswa belum turun dan untuk beli perlengkapan lainnya. Terkait kerja paroh waktu, penting untuk membekali diri dengan kemampuan bahasa Jepang untuk mempermudah kerja part time (arubaito) ini. Radja belajar bahasa jepang kurang lebih satu tahun (saat naik kelas 3 SMU) secara online, dengan biaya yang dicicil pembayarannya (kurleb 700-800 ribu perbulan, selama kurang lebih satu tahun).
Jika diakumulasikan, total biaya yang dikirimkan kurang lebih 2,5-3,5 juta perbulan (sudah termasuk biaya hidup, asrama, biaya kuliah, dll). Biaya ini hampir mirip dengan biaya hidup 3 juta rupiah perbulan yang dikirimkan salah satu teman saya untuk anaknya yang berkuliah di salah satu kampus negeri di Bandung, yang bahkan di luar biaya kuliah per semesternya. Saya memang harus banyak bersyukur atas segala kemudahan ini.
Untuk informasi lebih lanjut terkait Eikei University Of Hiroshima bisa diakses di sini https://www.eikei.ac.jp/english/ .
Instagram: @eikei_univ.
Semoga informasi ini membantu.