Mendengarkan Dengan Hati

Beberapa hari lalu saya melakukan presentasi training di depan klien secara online. Hal yang rutin sebenarnya, bertemu klien, mendengarkan kebutuhannya dan kemudian menyiapkan produk training yang sesuai dengan kebutuhannya ini.

Setelah saya melakukan presentasi, PIC klien yang merupakan top manajemen di perusahaan ini mulai menjelaskan situasinya. Beliau dahulunya berkarir di perusahaan besar, dimana learning culture-nya cukup baik. Training merupakan hal yang biasa, segala-galanya sudah berjalan by sistem. Setiap orang sudah memahami dengan baik jobdesc nya dan cara mengelola pekerjaannya.

Lalu kemudian pasca pensiun beliau diminta mengelola perusahaan ini. Perusahaan milik perorangan, yang masih bertumbuh. Kulturnya jelas berbeda dan beliau menemukan banyak kebutuhan untuk pengembangan diri dari karyawan, agar pekerjaan lebih efektif, namun tidak tahu harus mulai darimana.

Singkat cerita saya kemudian mencoba membantu beliau merumuskan model training atau pengembangan diri yang tepat. Di akhir meeting ini beliau terlihat senang sekali dan berkata, ‘yang saya butuhkan sepertinya teman ngobrol dan sharing ttg masalah ini.’ Beliau berharap kami bisa berdiskusi beberapa kali untuk kebutuhannya ini.

Saya cukup senang mendengarnya. Hal yang saya lakukan sebenarnya sederhana saja, yaitu menyimak dengan baik apa yang dia sampaikan. Mendengarkan dengan sepenuh hati, menangkap inti pesannya, merefleksikan kembali apa yang dia sampaikan, dan kemudian memberikan beberapa perspektif berdasarkan expertise saya utk masalah ini. Hal sederhana, buat saya mungkin terasa mudah, dan sehari-hari. Belajar mendengarkan dengan hati.

Efek terapeutik mendengarkan dalam konseling sudah saya ketahui dengan baik. Dalam ruang konsultasi yang saya adakan di komunitas, efek ini terlihat jelas sekali. Namun, ketika efek ini juga terasa di dunia bisnis, dalam hubungan yang sifatnya ‘untung rugi’ dan ‘jual beli’, saya merasa cukup surprise. Apapun itu, orang lain merasa terbantu saat kita bersedia mendengarkan dengan baik masalahnya. Bahkan ketika dia tahu bahwa kita sedang menjual produk kita padanya.

Saya tidak pernah belajar bisnis, sales ataupun marketing secara formal. Namun satu hal yang bisa saya bagi selama menjalani dunia ini adalah customer tetaplah manusia. Dia ingin diperlakukan sebagai teman atau sahabat, tidak hanya sekedar sasaran penjualan saja. Menempatkan diri sebagai teman bicara, alih-alih penjual, akan membantu untuk me-maintain hubungan jangka panjang dengan mereka. Pada akhirnya akan mendatangkan manfaat yang baik bagi penjualan maupun bisnis kita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *