MERANTAU

‘Bun, aku ingin ke Jepang’. Pertama kalinya si Abang mengutarakan keinginannya sekitar dua tahun lalu. Ibunya ini hanya mengiyakan dan berpesan agar dia mempersiapkan diri dan banyak berdoa jika memang ingin ke sana. Satu hal yang saya tekankan kala itu, kemungkinan dia tidak bisa sekolah di sana tanpa beasiswa, mengingat besarnya biaya hidup dan kuliah di sana. Berusaha sebaik mungkin, tapi juga jangan kecewa jika belum berhasil menemukan beasiswa dan sekolah yang sesuai.

Satu hal yang mungkin menurun dari saya ke dirinya adalah keras kemauan. Sejak saat itu dia belajar bahasa Jepang dengan serius. Mulai dari belajar bahasa secara gratis di duolingo, alhasil saat placement test dia langsung masuk level N4. Menjelang keberangkatan Alhamdulillah dia berhasil mengantongi sertifikat N3 selama kurang lebih satu tahun belajar.

Di tengah belajar dia pun mencari info beasiswa dan mengikuti beberapa webinar dari Perguruan Tinggi di Jepang. Hingga tibalah dia di tawaran beasiswa untuk mahasiswa asing dari Eikei Uni, Hiroshima. Perguruan tinggi baru milik Pemerintah Jepang, khususnya Hiroshima.

Sejumlah proses seleksi dia ikuti juga dengan serius, di tengah kesibukan menyelesaikan sekolahnya. Mulai dari membuat essay, dan kemudian interview via zoom dengan beberapa Professor di sana. Semua dikerjakan sendiri, termasuk menyiapkan semua dokumen yang dibutuhkan untuk ke sana. Kami, orang tuanya, hanya memantau saja. Beberapa kali diskusi dilakukan dengan ayah sambungnya, termasuk latihan interview dan revisi essay yang ditulis, karena beliau lebih berpengalaman dalam hal ini.

Sampailah kemudian dia di hari itu. Memulai petualangan barunya di negeri orang, jalan yang Allah bentangkan untuknya. Terbang jauh seperti ibunya beberapa tahun lalu. Meninggalkan keluarga, belajar beradaptasi, mengatur diri dan keuangannya, secara mandiri. ‘It is time to you to be A REAL MAN’, kata seniornya, teman satu asrama, yang memicunya untuk berani berangkat seorang diri, tanpa ditemani orang tua, untuk memulai hidup baru di sana.

Banyak pertolongan Allah yang hadir selama persiapan ke sana. Selain beasiswa ini, teman Vietnam yang akan membantunya selama perkuliahan dan bertahan hidup, juga teman Indonesia, Teh Tea Sari Munadi Putri yang menjemputnya dan membuatnya tidak merasa sendiri saat menginjakkan kaki di negeri Sakura itu. Teman yang baru saya kenal via FB lewat sahabat baik saya, namun sudah membantu sepenuh hati. Alhamdulilah Alhamdulillah. Terimakasih banyak Teh…

‘Bagaimana rasanya?’ Tanya saya sehari sebelum dia berangkat. ‘It is like the dream comes true,’ katanya. Dia masih tidak percaya semuanya insyaAllah akan terwujud. Saya katakan padanya, mungkin ini adalah ‘hadiah’ dari-Nya setelah semua cobaan berat yang dia hadapi dan bersedia memaafkan semua hal di masa lalu. Allah adalah Dzat yang Maha Berterima Kasih. Hal-hal baik kecil saja yang kita lakukan akan Dia ganjar, apalagi hal besar seperti pengampunan dan memaafkan. Meskipun dua hal ini pada dasarnya hanyalah untuk diri kita sendiri, agar kita bisa melanjutkan hidup. Tapi hal-hal baik, besar atau kecil, tidak pernah akan sia-sia.

Selamat berjuang anakku sayang, selamat menempuh jalanmu. Jangan lupa Tuhan yang selalu menjagamu, bahkan di saat-saat terendahmu. Dia akan selalu ada. Doa ibumu ini semoga bisa jadi perisaimu di sana. Melindungimu dari semua marabahaya, ketika tidak bisa lagi merengkuhmu setiap waktu.

Sungguh Tuhan-mu, Tuhan kita, adalah sebaik-baik penjaga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *