SEKEJAB MATA

Sore yang cerah, setelah menyelesaikan latihan terakhir bersama PT, aku duduk sejenak di depan tempat gym untuk beristirahat. Meskipun lelah, badanku terasa segar, fit, dan sehat sekali. Kondisi yang luar biasa mengingat dua pekan sebelumnya aku bolak balik keluar kota. Perjalanan terakhir malah memakan waktu nyaris 12 jam, karena kota tujuan berjarak kurang lebih 5-6 jam dari bandara. Namun aku tidak merasa kelelahan atau jatuh sakit karenanya. Tampaknya latihan beban ini benar-benar membantu meningkatkan stamina.

Selang lima menit kemudian, aku memutuskan beranjak. Tujuanku ke arah freshmarket di basement untuk membeli makanan, lalu langsung pulang. Saat berdiri mataku teralih ke arah toko buku di seberang. Pikiran menimbang-nimbang apakah akan mampir dulu, melihat-lihat buku, atau terus saja dengan rencana semula.

Tiba-tiba ‘Brakk..’, aku terjatuh. Perbedaan ketinggian lantai yg tidak kusadari menyebabkan kakiku terpeleset. Terdengar bunyi ‘ceklik’ yang membuatku tersadar bahwa cidera kali ini tidak ringan.

Kejadiannya begitu cepat. Diri yang tadi terasa segar, fit, kuat, tiba-tiba terpuruk di lantai dan kesakitan. Beberapa orang kemudian datang menolong, memapah dan membantu duduk. Aku segera menghubungi suami dan orang-orang terdekat. Tak lama kemudian, seorang teman baik yang fisioterapis datang memberikan pertolongan. Alhamdulillah lewat tangannya dan salah satu ibu yang tidak aku kenal, kondisiku bisa tertangani dengan cepat. Rasanya pertolongan Allah begitu dekat.

Seminggu sudah dan saat ini kondisiku masih dalam pemulihan. Meskipun sudah jauh lebih baik, mobilitas masih terbatas di kamar saja. Aku yang tadinya aktif, mendadak tidak bisa kemana-mana.

Aku kemudian tersadar kondisi kita dapat berubah sekejab mata. Kita tidak boleh terlalu percaya diri bahwa dunia kita akan selalu sama. Bahwa kita akan selalu berkecukupan, selalu sehat, selalu baik-baik saja. Belum tentu. Dia benar-benar dapat membalikkan keadaan kita hanya dalam sekejab mata. Benar-benar hanya sekejab mata.

SLOW LIVING

H+13, dua minggu kurang sehari sudah belajar hidup dengan gerak terbatas. Alhamdulillah sudah bisa sesekali keluar rumah, either ke tempat kerja, RS atau ya keluar sejenak melihat dunia. Kaki masih sedikit bengkak, tapi sejauh ini mulai enak dibawa jalan, meskipun belum bisa lama dan jauh.

Gimana rasanya hidup dengan gerak dan ruang terbatas selama nyaris dua minggu? Setelah dua bulan sebelumnya seperti kitiran, terbang dari satu kota, pulang sebentar, berangkat lagi ke kota lain. Tentu gak mudah. Tapi Alhamdulillah bisa lebih lapang menjalani dibanding dulu. Lebih gak banyak mengeluh.

Badan pegal linu karena kurang gerak saja yang sempat menganggu, selebihnya ya bisa juga saya ternyata tinggal lama di rumah 🤭. Frekuensi makan dan tidur jadi lebih sering, membuat timbangan dan lingkar perut bertambah. Selebihnya ya bisa menikmati.

Belajar slow living, belajar mindful, belajar mengkhidmati rasa sakit dan ketenangan di sekeliling. Belajar menikmati kesendirian juga, ketika orang rumah sudah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Pada akhirnya toh semua akan pergi dan kita akan tinggal sendiri, terutama di alam kubur nanti.

JALAN PULANG

Jalan setapak yang hanya untuk kita.

Mungkin mendaki, melelahkan, menyusahkan.

Mungkin tak indah, tak gemerlap, tak terlihat.

Namun,

jalan itu membawa kita ke sana.

Ke tempat yang paling dirindukan.

Tempat asalnya dirimu, jiwamu.

Kampung halaman.

Dimana setiap jiwa akan kembali.

Bertemu denganNya lagi.