CAHAYA

“Ya Allah jadikanlah cahaya dalam kalbuku, cahaya dalam lisanku, cahaya dalam mataku, cahaya dalam pendengaran ku. Cahaya pada sebelah kanan kiri ku, cahaya dari atasku dan dari bawahku. Nur dari depanku dan dari belakangku. Serta jadikanlah nur dalam jiwaku (nafs-ku), dan besarkanlah cahaya untukku.”

-Mukhtarul Ahadist hal 79-

Hati yang selalu bergemuruh, tidak akan melihat cahaya-cahaya. Sama seperti hati yang selalu mengeluh, tidak akan merasakan pengaturan-Nya.

Semoga Allah berkenan menganugerahkan cahaya-cahaya yang akan memandu kita dalam perjalanan hidup, dan mengangkat segala gemuruh dan keluhan di hati kita. Baik yang kita sadari ataupun tidak.

PENGINGAT DIRI

Apakah ketika rezeki datang berlimpah kamu tetap bersyukur dan ketika kesulitan menghadang, kamu tetap bisa bersabar?

Apakah semua tetap sama saja di hatimu, atau hatimu masih terbolak balik kuat terpengaruh ‘pemberian’nya?

Apakah kamu bisa melihat Dia di setiap ‘pemberian’ atau terpaku pada wujud rupa pemberian-Nya?

Iman-mu, apakah terpancang kuat, atau hanya sekedar di tepi?

Jawabannya mencerminkan kondisi hatimu, apakah benar meng-hamba pada-Nya, atau menghamba pada sekedar ‘pemberian’-Nya.

Yang pertama adalah orang yang beruntung, yang kedua adalah orang-orang yang merugi.

TENTANG WAKTU

Saya dulu sangat mengagumi orang-orang yang produktif, aktif, sibuk dan banyak karya. Untuk saya mereka-mereka ini contoh orang-orang yang berhasil dalam mengelola hidupnya. Tidak banyak menghabiskan waktu untuk hal yang tidak perlu. Sibuk dengan kekaryaan dirinya, alih-alih mengurusi hal lain yang terkesan remeh temeh.

Sampai kemudian saya menyadari ada suatu hal yang lebih penting dalam mengelola waktu, dibandingkan target pencapaian maupun hasil yang dikeluarkan. Hal itu adalah seberapa terikat kita dengan Dia dalam pengaturan kegiatan harian kita. Seberapa ada keterlibatannya dalam semua yang ingin kita capai atau hasilkan.

Waktu dalam agama saya merupakan hal yang sangat penting sekali. Bahkan saking pentingnya, Allah bersumpah dengan waktu. Gak main-main harusnya. Guru saya pada sebuah kajian mengingatkan kami, jika sehari itu ada 24 jam dan diibaratkan 24 box/lemari, jangan sampai saat dibuka isinya banyak kosong melompongnya. Atau bahkan terisi hal-hal remeh yang memalukan kita di akhirat sana.

Pertanyaannya apakah hal-hal yang terlihat besar, kekaryaan yang wah, nanti membuat kotak kita terisi hal-hal yang akan menolong kita di akhirat nanti? Jawabannya belum tentu. Segala sesuatu akan bermanfaat jika ada timbangan Haq-nya. Timbangan dari perbuatan yang terhubung dengan Dia. Karena Dia, minta ijin padaNya, atas dasar petunjukNya, dan sejenisnya. Begitu sekarang yang saya pahami.

Bahkan sekedar bermain dengan anak, mencuci piring, menyelesaikan pekerjaan rumah, dsbnya, jika itu yang Dia sedang kehendaki dalam hidup kita pada saat itu. Ya akan sama besar dan mulianya dengan karya yang terasa megah di bumi ini. Hal yang paling mendasar pada akhirnya bertanya, apakah ini yang Allah sedang kehendaki dari saya per-saat ini atau ada hal lain yang harus menjadi prioritas.

Apa yang menjadi prioritas kita, apa yang sedang kita kerjakan, kita kejar, harus berdasarkan apa maunya Dia. Itu kemudian yang saya pahami. Bagaimana jika kita masih buta? Mulailah dengan Bismillahirrahmanirrahim. Dengan namaNya, dengan mengharap izinNya, dengan menghadapkan wajah padaNya, semoga memang hal ini yang Dia sedang kehendaki dari kita. Berat ya, iya memang berat sekali. Terutama jika mata hati kita masih gelap, seperti saya ini. Harus banyak-banyak baca Bismillah dan memohon pertolonganNya.

Jadi sahabat, jika sekarang kita terasa mandeg gak seperti yang lain, terasa kok di rumah aja, terasa belum apa-apa, jangan-jangan memang sedang disuruh untuk menikmati peran dan kesibukan di rumah ini. Jika sekarang sedang berkutat dengan urusan mencari nafkah, membuat hati sedih karena seperti kurang waktu sama anak-anak, jangan-jangan memang sedang begitu urusan-Nya.

Bukan apa yang kita kerjakan atau kita inginkan, tapi apa yang sedang Dia inginkan dan hadirkan untuk kita saat ini. Hari ini. Boleh berencana ini itu, tapi jangan jadikan dia Tuhan yang baru yang mendikte seluruh hidup bahkan akhiratmu.

Jadi apa prioritasmu? Semoga Dia adalah apa yang diinginkan-Nya. Semoga saya juga begitu. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

BUSYRAN (KABAR GEMBIRA)

Dari dulu saya sering mendengar ungkapan Al-Quran dan para Rasul membawa kabar gembira dan juga obat. Meskipun gak terlalu paham apa maksudnya, biasanya saya mengangguk-angguk saja. Padahal dalam hati bertanya, apa itu busyran ya? Busyran dalam hal apa?

Pemahaman saya dulu terkait busyran ini hanya sebatas membawa kabar tentang Surga Neraka. Tentang segala sesuatu akan dibalas dan dihitung. Segala sesuatu akan diganjar. Intinya banyak-banyakan mengumpulkan amal, yang seringkali lahiriah saja.

Sudah berapa juz khatam sebulan ini? Sudah berapa juz hafal Al-Qur’an? Sudah berapa banyak sedekah? Sudah berapa banyak sholat sunnah? Sudah berapa syar’i penampilan, dan lain sebagainya yang mirip-mirip dengan itu. Terus terang terasa sangat dangkal sekali.

Mirip kabar gembira buat anak-anak agar berbuat baik sebanyak-banyaknya, ngumpulin token yang kemudian bisa ditukar dengan hadiah. Mirip-mirip pendekatan behavioristik yang bahkan di dunia psikologi juga kadang diperdebatkan.

Masa iya cuma itu? Saya kemudian bertanya-tanya. Hingga suatu hari saya mendapatkan penjelasan lebih dalam tentang hidup yang terkait perkara membawa kabar gembira ini. Bahwa hidup kita ini tidak disusun secara acak atau kebetulan semata. Tuhan kita, Yang Maha Penyayang itu, menyusunnya dengan Kedua Tangan-Nya. Bayangkan, gak main-main. Pasti ada sesuatu yang besar di situ. Dia gak menyusunnya sambil lalu lho. Di-crafting sedemikian rupa, dengan segenap perhatian dan kasih sayangnya.

Kok bisa segitunya? Bahkan ketika malaikat bertanya, ngapain sih menciptakan makhluk yang akan menumpahkan darah dan membuat kerusakan di muka bumi, jawab Tuhan, ‘Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’. Dalem banget ya, ada apa ya dengan kita?

Tujuan penciptaan kita yang diciptakan dengan tangan-Nya dan sepenuh penghadapan-Nya ini tentu bukan untuk main-main. Ada tujuan besar di sana. Ada misi hidup. Ada khasanah yang Dia letakkan di tiap jiwa kita ini, masing-masing. Sehingga kita menjadi makhluk yang sangat khusus. Itu buat saya sebuah kabar gembira.

Bagaimana kita menemukannya? Tuhan meletakkan jejaknya di setiap cerita kehidupan kita, mau itu susah maupun senang. Premis dasarnya segala sesuatu terjadi karena sebuah alasan. Alasan tujuan penciptaan ini. Jadi ya gak main-main. Masalahnya kita gak tahu, atau belum tahu, sehingga terjebak dalam jeratan kesulitan setiap hari, keluhan setiap hari atau juga kesenangan dan kemudahan setiap hari. Kita, yang makhluk langit ini, terkungkung jasad bumi. Lupa bahwa ada sesuatu yang berharga di dalam sana.

Pemahaman ini buat saya adalah kabar gembira. Benar-benar kabar gembira. Hidup saya yang centang perenang, terasa lebih terang benderang. Terasa ada harapan dalam pergumulannya. Saya mulai berhenti membandingkan dan berharap menjadi orang lain. Ada sesuatu di diri saya, terlepas dari apapun yang terjadi dengan saya, yang sama berharganya dengan yang dimiliki orang lain. Ketika saya mulai belajar fokus dengan itu, saya tahu hidup saya mulai tidak lagi sama.

Al-Qur’an dan Rasul-Nya benar-benar membawa kabar gembira.

Depok, 27 September 2024

PILIHAN HIDUP

Hidup itu adalah rangkaian konsekuensi dari pilihan yang kita ambil. Dulu saya sangat percaya dengan kalimat ini. Tapi sekarang, saya menyakini, bagi orang beriman pilihan hidupnya bukan dia yang menentukan. Ada Allah sebaik-baik pembuat pilihan.

Berserah diri pada hakikatnya menyerahkan pilihan ini padaNya.

Melalui doa, istikharah, munajat panjang, pengambilan keputusan tidak lagi berdasarkan akal semata. Baik buruknya konsekuensi tidak lagi dilihat dari kacamata manusia. Karena jika merujuk pada ini, maka pilihan nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar di tengah gurun, adalah bentuk kekejaman belaka di mata dunia.

Orang beriman ukurannya adalah keridhaan hati menjalani semua ketetapanNya. Dia yang makin ridho, hakikatnya adalah sebaik-baik manusia.