CAHAYA

“Ya Allah jadikanlah cahaya dalam kalbuku, cahaya dalam lisanku, cahaya dalam mataku, cahaya dalam pendengaran ku. Cahaya pada sebelah kanan kiri ku, cahaya dari atasku dan dari bawahku. Nur dari depanku dan dari belakangku. Serta jadikanlah nur dalam jiwaku (nafs-ku), dan besarkanlah cahaya untukku.”

-Mukhtarul Ahadist hal 79-

Hati yang selalu bergemuruh, tidak akan melihat cahaya-cahaya. Sama seperti hati yang selalu mengeluh, tidak akan merasakan pengaturan-Nya.

Semoga Allah berkenan menganugerahkan cahaya-cahaya yang akan memandu kita dalam perjalanan hidup, dan mengangkat segala gemuruh dan keluhan di hati kita. Baik yang kita sadari ataupun tidak.

KUTIPAN AYAT

Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi penghuninya) dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang membutuhkannya.

Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu msh merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab: ‘kami datang dgn suka hati.’

Maka Dia menjadikannya tujuh langit dlm dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikian ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.

(QS. Fushshilat: 10-12)

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, hingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?

(QS. Fushshilat: 53)

Bumi jasad, langit jiwa, dan penataannya.

-Lampung Trip, 2023-

KUTIPAN AYAT

18.Al-Kahf : 16

وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مِرْفَقًا

Karena kamu juga telah meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka berlindunglah ke dalam gua itu. (Dengan demikian,) niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan bagimu sesuatu yang berguna bagi urusanmu.”

BERUNTUNG

Keberuntungan terbesar adalah ketika Dia menunjuki kesalahan-kesalahanmu dan membuatmu bertobat karenanya.

Ketika istighfarmu berbunyi, dan permohonan ampunanmu benar-benar terasa sampai ke jiwa.

Di titik itu, akhirnya kau benar-benar bisa memahami apa artinya ‘Tunjuki aku jalan yang lurus’.

Tak sekedar ucapan tanpa makna,yang berulang dilantunkan, 17 kali sehari, seperti mantra.

Berulang, namun sepi dari rasa.

Bani Israil

Ketika membaca tentang kisah Bani Israil yang cukup panjang diceritakan dalam Al-Qur’an, saya merasa agak heran. Heran karena setelah melihat sendiri banyak mu’jizat yang dihadirkan di hadapan mereka, tetap saja bisa berpaling. Lautan terbelah disusul oleh tenggelamnya Fir’aun dan bala tentaranya, merupakan mu’jizat yang luar biasa besar dan fenomenal. Namun setelah selamat dari kejaran Fir’aun, mereka tetap tergoda untuk menyembah patung anak sapi kembali.

Saya kemudian bertanya-tanya, jangan-jangan perilaku saya sendiri mirip dengan Bani Israil ini. Berapa banyak ‘keajaiban’ sudah Allah hadirkan dalam hidup saya dan berapa sering saya berpaling setelahnya? Rasa-rasanya sudah banyak sekali. Anak yang selamat dari kecelakaan parah, kehidupan yang ditata kembali pasca perceraian, si sulung yang diizinkan Allah kuliah di luar negeri, merupakan beberapa keajaiban dan pertolongan yang saya rasakan.

Lalu seberapa sering saya kemudian berpaling? Rasanya sangat sering juga. Saya sepertinya tidak jauh berbeda dengan Bani Israil dalam hal ini. Lebih sering tergoda pada dunia, meskipun sering melihat kekuasaan-Nya.

Saya kemudian menyadari, benarlah apa yang Guru saya katakan. Kisah-kisah di Al-Qur’an itu adalah kisah-kisah tentang diri kita sendiri. Bukan tentang orang lain. Kisah Bani Israil menggambarkan diri kita yang masih cinta dunia dan takut mati, meskipun beriman pada-Nya. Kisah tentang umat-umat terdahulu, perumpamaan laba-laba, semut, nyamuk, dsbnya merujuk pada kita: manusia. Bukan hal-hal di luar kita, juga bukan tentang orang lain.

Karena itu saat membaca tentang ayat-ayat kaum yang kafir, munafik, fasik, dsbnya, jangan cepat-cepat menuding orang lain. Lihat ke dalam, jangan-jangan ciri-ciri itu semua ada dalam diri kita sendiri. Karena sejatinya Al-Qur’an itu penuntun untuk diri kita, bukan untuk menghakimi orang lain.

Wallahu’alam.