Tentang Takdir

Pagi menjelang siang, seorang bapak membawa barang dagangannya berkeliling dengan berjalan kaki utk mendapatkan uang untuk makan. Dagangan berupa keset yang disandang di pundak, dihamparkan bertingkat dan dibawa sekian kilometer untuk mendapatkan pembelinya. Dua kali saya bertemu dengannya, dua kali pula saya terenyuh melihatnya.

Kali lain dalam suatu kajian yang diampu suami, salah seorang peserta bertanya, bagaimana kita menyikapi suatu takdir? Kenapa ada hal-hal malang di sekitar kita, hal-hal buruk yang terjadi, sehingga seolah-olah Tuhan tidak adil. Membiarkan sebagian umatnya mengalami nasib sedemikian buruk, sementara yang lain tidak.

Pertanyaan yang menggelitik dan mungkin ditanyakan banyak orang juga, meskipun di dalam hati. Kenapa Tuhan bisa bertindak seperti itu?

Salah satu hal yang saya ingat saat membaca Qur’an adalah ayat tentang betapa pendeknya kita hidup di dunia ini. Hanya sehari atau bahkan beberapa jam saja. Hidup yang singkat namun berdampak panjang pada perjalanan kita di alam berikutnya.

Jika berkaca pada hidup yang singkat dan keghaiban hari esok ini, kita benar-benar tidak tahu apa yang akan dialami oleh mereka yang kita lihat menderita ini. Kita bahkan tidak tahu tentang hidup kita sendiri. Mana yang lebih baik sebenarnya. Segala kenyamanan dan kemapanan yang mungkin sering membuat kita terlena seolah jalan masih panjang, atau malah kesempitan yang mungkin saja menggugurkan semua dosa, mempersingkat semua pertanggungjawaban di alam-alam berikutnya.

Dalam segala kepedihan yang dialami seseorang, kita tidak tahu bagaimana Allah mendidiknya, melapangkan dadanya, mengisinya dengan kebersyukuran, dan lain sebagainya. Sementara dalam keberlapangan, kita juga tidak tahu apa saja yang akan kita pertanggungjawabkan.

Segala yang tampak seringkali hanyalah semu, fana, yang dalam sekali sapuan bisa akan hilang. Yang abadi hanyalah Dia semata. Mana yang lebih baik dalam takdir yang dihadirkanNya? Hanya Allah yang tahu jawabannya. Tugas kita hanya merespon sesuai kehendakNya.

Wallahu’alam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *